MAKALAH
ADAB
DAN AKHLAK
“SA’AD BIN ABI WAQQASH”
Dosen
Pengampu :
Sisi
Amaliya, S.E, MA
Disusun
Oleh :
1.
R.R Desty Dwi Utami B1061141016
2.
M. Abril B1061141020
3.
Melinda Dwi Tiara. P B1061141035
4.
Syahruni Pratiwi B1061151002
5.
Maswati B1061151038
6.
Ahmad Yadi B1061161013
7.
Karinawati B1061161016
8.
Nurul Rizky Ayuni B1061161018
9.
Adelia Elsa Friyana B1061161023
10.
Elisa Emelia Restiana B1061161028
11.
Zulfikri Hasan B1061161037
UNIVERSITAS
TANJUNGPURA
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
EKONOMI
ISLAM
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nyalah makalah yang berjudul “Adab dan Akhlak tentang “Sa’ad bin Abi
Waqqash” ini dapat disusun dan
diselesaikan. Makalah ini disusun sebagai syarat tugas mata kuliah Adab dan
Akhlak. Untuk menyusun makalah ini, kami dibimbing oleh Ibu Sisi Amaliya, S.E, MA selaku
dosen mata kuliah. Kami mengucapkan terimakasih kepada beliau yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing dan memotivasi kami sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini.
Kami
menyadari benar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan agar makalah ini dapat
diperbaiki dan disempurnakan kembali di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi para mahasiswa/i. Terima kasih.
Pontianak,
10 Desember 2016
Kelompok 9
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR
ISI....................................................................................................... ii
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Sa’ad bin Abi Waqqash ......................................................... 2
B.
Sifat Teladan Dari Sa’ad Bin Abi Waqash
..........................................4
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. 13
B. Saran ......................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
Sa’ad
Bin Abi Waqqash pemuda yang paling berkarakter visioner, tidak seperti
kebanyakan pemuda jahiliah. Ia pandai membuat anak panah, andal melempar
tombak, sekaligur pintar memperbaiki benda-benda dari besi.
Keislamannya termasuk cepat, karena
ia mengenal baik pribadi Rasulullah SAW. Mengenal kejujuran dan sifat amanah
beliau. Ia sudah sering bertemu Rasulullah sebelum beliau diutus menjadi nabi.
Rasulullah juga mengenal Sa’ad dengan baik. Hobinya berperang dan orangnya
pemberani. Sa’ad sangat jago memanah, dan selalu berlatih sendiri.
Sa’ad adalah seorang pemuda yang
sangat patuh dan taat kepada ibunya. Sedemikian dalam sayangnya Sa’ad pada
ibunya, sehingga seolah-olah cintanya hanya untuk sang ibu yang telah
memeliharanya sejak kecil hingga dewasa, dengan penuh kelembutan dan berbagai
pengorbanan.
Disamping terkenal sebagai anak yang
berbakti kepada orang tua, Sa’ad bin Abi Waqqash juga terkenal karena
keberaniannya dalam peperangan membela agama Allah. Ada dua hal penting yang
dikenal orang tentang kepahlawanannya. Pertama, Sa’ad adalah orang yang pertama
melepaskan anak panah dalam membela agama Allah dan juga orang yang mula-mula
terkena anak panah. Ia hampir selalu menyertai Nabi Saw dalam setiap
pertempuran. Kedua, Sa’ad adalah
satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah SAW dengan jaminan kedua orang
tua beliau.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
kisah hidup dari Sa’ad bin Abi Waqqash ?
C.
Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana kisah
hidup dari Sa’ad bin Abi Waqqash.
2. Agar
mahasiswa mengetahui sifat teladan dari Sa’ad bin Abi Waqqash yang harus
diteladani.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
BIOGRAFI
SA’AD BIN ABI WAQQASH
Merupakan
bagian penting dalam rekam jejak seseorang adalah nasab keluarga. Keluarga
memiliki peran penting dalam pembentukan karakter seseorang. Ayah Sa’ad adalah
anak dari seorang pembesar dari Bani Zuhrah. Namanya Malik bin Wuhaib bin Abdi
Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr
bin Malik bin Nadhir bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas
bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Adnan adalah keturunan dari nabi
Ismai bin Ibrahim ‘alaihi salam.
Malik, ayah Sa’ad adalah anak paman
dari Aminah binti Wahab, ibu Rasulullah saw. malik juga merupakan paman dari
Hamzah bin Abdul Muthalib. Sehingga nasab Sa’ad nasab yang terhormat dan mulia.
Dan memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi saw. Ibu Sa’ad bernama Hamnah
binti Sufyan bin Abu Umayyah al- Akbar bin Abdu Syams bin bin Abdi Manaf bin
Zuhrah bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik
bin Nadhir bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar
bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Beliau adalah
seorang wanita hartawan keturunan bangsawan Quraisy, yang memiliki wajah cantik
dan anggun. Disamping itu, Hamnah juga seorang wanita yang terkenal cerdik dan
memiliki pandangan yang jauh. Hamnah sangat setia kepada agama nenek moyangnya;
penyembah berhala.
Sa’ad
memeluk islam pada saat berusia tujuh belas tahun dan memjadi orang ketiga
(atau keempat) yang memeluk islam. suatu saat, ia pernah mengatakan, “aku
pernah diam selama tujuh hari. Dan, aku adalah sepertiga islam.” Sa’ad adalah
paman Rasulullah dari garis ibu (Aminah bint Wahab). Keislaman Sa’ad membuat
Rasulullah bahagia hingga Rasulullah tak segan membanggakannya. Nabi bersabda,
“Ini adalah pamanku, perlihatkan kepadaku paman kalian!”
Kisah
keislamannya sangatlah cepat, dan ia pun menjadi orang ketiga dalam deretan
orang-orang yang pertama masuk Islam, Assabiqunal Awwalun. Pada suatu hari, Abu Bakar Ash-Shiddiq
mendatangi Sa'ad di tempat kerjanya dengan membawa berita dari langit tentang
diutusnya Muhammad SAW, sebagai Rasul Allah. Ketika Sa’ad menanyakan, siapakah
orang-orang yang telah beriman kepada Muhammad SAW. Abu Bakar mengatakan
dirinya sendiri, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
Seruan ini mengetuk kalbu Sa’ad untuk menemui
Rasulullah SAW, untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia pun memeluk agama
Allah pada saat usianya baru menginjak 17 tahun. Sa’ad termasuk dalam deretan
lelaki pertama yang memeluk Islam selain Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar As
Siddiq dan Zaid bin Haritsah.
Setelah memeluk Islam, keadaannya
tidak jauh berbeda dengan kisah keislaman para sahabat lainnya. Ibunya sangat
marah dengan keislaman Sa'ad. “Wahai Sa’ad, apakah engkau rela meninggalkan
agamamu dan agama bapakmu, untuk mengikuti agama baru itu? Demi Allah, aku
tidak akan makan dan minum sebelum engkau meninggalkan agama barumu itu,” ancam
sang ibu. Sa’ad menjawab, “Demi Allah,
aku tidak akan meninggalkan agamaku!”
Sang ibu tetap nekat, karena ia mengetahui persis
bahwa Sa’ad sangat menyayanginya. Hamnah mengira hati Sa'ad akan luluh jika
melihatnya dalam keadaan lemah dan sakit. Ia tetap mengancam akan terus
melakukan mogok makan.
Namun,
Sa’ad lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya. “Wahai Ibunda, demi Allah,
seandainya engkau memiliki 70 nyawa dan keluar satu per satu, aku tidak akan
pernah mau meninggalkan agamaku selamanya!” tegas Sa'ad. Akhirnya, sang ibu yakin bahwa anaknya tidak
mungkin kembali seperti sedia kala. Dia hanya dirundung kesedihan dan
kebencian.
Allah
SWT mengekalkan peristiwa yang dialami Sa’ad dalam ayat AlQur’an, “Dan jika
keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15).
Pada
suatu hari, ketika Rasulullah SAW, sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba
beliau menatap ke langit seolah mendengar bisikan malaikat. Kemudian Rasulullah
kembali menatap mereka dengan bersabda, "Sekarang akan ada di hadapan
kalian seorang laki-laki penduduk surga."
Mendengar ucapan Rasulullah SAW, para sahabat menengok ke kanan dan ke
kiri pada setiap arah, untuk melihat siapakah gerangan lelaki berbahagia yang
menjadi penduduk surga. Tidak lama berselang datanglah laki-laki yang
ditunggu-tunggu itu, dialah Sa’ad bin Abi Waqqash.
Disamping
terkenal sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, Sa’ad bin Abi Waqqash
juga terkenal karena keberaniannya dalam peperangan membela agama Allah. Ada
dua hal penting yang dikenal orang tentang kepahlawanannya. Pertama, Sa’ad
adalah orang yang pertama melepaskan anak panah dalam membela agama Allah dan
juga orang yang mula-mula terkena anak panah. Ia hampir selalu menyertai Nabi
Saw dalam setiap pertempuran. Kedua,
Sa’ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah SAW dengan jaminan
kedua orang tua beliau. Dalam Perang Uhud, Rasulullah SAW bersabda,
"Panahlah, wahai Sa’ad! Ayah dan ibuku menjadi jaminan bagimu."
Sa’ad
bin Abi Waqqash juga dikenal sebagai seorang sahabat yang doanya senantiasa
dikabulkan Allah. Qais meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Ya
Allah, kabulkanlah Sa’ad jika dia berdoa.”
Sejarah
mencatat, hari-hari terakhir Sa’ad bin Abi Waqqash adalah ketika ia memasuki
usia 80 tahun. Dalam keadaan sakit, Sa’ad berpesan kepada para sahabatnya agar
ia dikafani dengan jubah yang digunakannya dalam Perang Badar— perang
kemenangan pertama untuk kaum Muslimin.
Pahlawan
perkasa ini menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 55 H dengan
meninggalkan kenangan indah dan nama yang harum. Ia dimakamkan di pemakaman
Baqi’, makamnya para syuhada.
B.
SIFAT TELADAN DARI SA’AD BIN ABI WAQASH
1) Pantang
Menyerah
Dalam
menjelang beberapa hari dimulainya peperangan, Sa’ad jatuh sakit (ada beberapa
ulama berpendapat bahwa penyakit yang ditimpakan kepada Sa’ad yaitu penyakit
bisul yang mana bisul tersebut tumbuh disekujur tubuhnya), Allah SWT menguji
mental Sa’ad beserta pasukannya dengan peristiwa jatuh sakitnya tersebut.
hingga ia tidak dapat melakukakan apapun, bahkan hanya untuk duduk dan berdiri.
Kian hari penyakit Sa’ad kian bertambah parah dan belum menampakkan tanda-tanda
kesembuhan dalam waktu dekat. Keadaan
ini tidak memungkinkan beliau menunggang kuda dan memimpin pasukan secara
langsung.hingga akhirnya sang panglima perang tersebut tidak dapat ikut dalam
peperangan.namun demikian ujian tersebut sama sekali tidak menjatuhkan mental
dan semangat Sa’ad dan pasukannya. Beliau mengatur strategi peperangan kaum
muslimin dengan begitu lihai,hingga akhirnya ia mendaulat khalid bin Arfathah
sebagai penggantinya didalam medan perang.
Hingga
tibalah pada saatnya perang berkecamuk,
para pasukan telah berbaris bedasarkan strategi yang telah diputuskan dan
semuanya berupaya melindungi Sa’ad yang saat itu tidak dapat melakukan apapun,
namun demikian Sa’ad tidak sedikit pun berdiam diri meski penyakit parah
menimpanya, ia mengambil sebilah papan dan membalikkan badannya diatas papan
tersebut, dan menggunkan kedua tangannya untuk menggerakkan papan tersebut,
beliau berusaha secara maksimal untuk mengarahkan pasukannya dalam peperangan,
dengan suara tegas dan lantang, sebegitu besarnya lah kecintaannya kepada Allah
dan agamanya.
Hingga akhirnya dengan seizin Allah SWT, serta
dengan kepiawaian Saad dalam memimpin pasukan, taktik dan strateginya yang
matang, serta berkat taufik Allah, akhirnya tentara Islam meraih kemenangan
besar di Qadisiyah. Pada saat itu panglima perang kaum musyrikin yaitu Rustam
terbunuh, hingga terpisah antara bagian kepala dan tubuhnya, hal tersebut
menyebabkan seluruh pasukan kaum musyrikin yang tersisa melarikan diri
dikarenakan kehebatan kaum mukmin dalam berperang, padahal dalam peperangan
tersebut kaum musyrikin hanya menggunakan peralatan perang yang cukup
sederhana, sedangkan hal tersebut berbanding sangat berbanding terbalik dengan
peralatan perang yang digunakan kaum musyrikin yang begitu canggih.
2) Keteguhan
Iman
Sa'ad
pada awal-awal masuk islam adalah ketika ibunya menyuruhnya untuk keluar dari
Islam, dan kembali kepada menyembah berhala sebagaimana dianut oleh kaum
Quraisy. Awal mulanya, saat ibunya mengetahui bahwa Sa'ad masuk Islam dan
berbaiat kepada Rasulullah, ia begitu berang dan bersumpah tidak akan berbicara
dengan anaknya (Sa'ad). Ibunya juga mogok makan dan minum sampai Sa'ad bersedia
meninggalkan agamanya (Islam) dan kembali kepada agama kaum Quraisy. Bujuk
rayuan ibunya disampaikan kepada Sa'ad. Diantaranya dengan mengatakan,
"Kamu pernah mengatakan bahwa Allah berpesan kepadamu agar kamu patuh
kepada ibu dan bapakmu. Aku ini adalah ibumu, dan aku menyuruhmu keluar dari
islam. Tapi kamu tidak mematuhinya." Dibujuk seperti itu, Sa'ad tetap
berpegang teguh pada islam sampai ibunya menderita kepayahan sesudah beberpa
hari mogok makan dan minum. Dia jatuh pingsan dan
dikhawatirkan
meninggal dunia. Dia mengutuk Sa'ad dan menyuruhnya untuk kembali ke kekafiran.
Sa'ad kemudian disuruh keluarganya untuk menjenguk ibunya dengan
harapan jika melihat sendiri ibunya, hati Sa'ad akan luluh dan kembali pada
kekafiran. Tetapi Sa'ad tetap teguh pada pendiriannya untuk memeluk
Islam. Ia berkata kepada ibunya, "Wahai ibuku, Demi Allah, jika ibu mempunyai seratus
nyawa dan nyawa itu hilang satu demi satu maka aku tidak akan meninggalkan
agamaku (Islam) karena ibu." Setelah yakin dengan keteguhan Sa'ad dalam
memeluk Islam, ibunya akhirnya menyudahi mogok makannya. ia kemudian diberi
makan dan minum oleh anaknya yang lain, Ammarah. Setelah kejadian itu, lalu
turunlah firman Allah SWT, yang menjelaskan bahwa ketaatan kepada orang tua
tidak boleh menafikan dan mempersekutukan Allah SWT dengan sesuatu yang lain.
Firman Allah: "Dan kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua
orang ibu dan bapaknya, dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku
dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya." (QS Al-Ankabut: 8).
3) Dermawan
Sa’ad
juga merupakan salah satu sahabat yang dikarunia kekayaan yang banyak digunakan
untuk kepentingan dakwah. Ia juga dikenal atas keberaniannya dan kedermawanan
hatinya. Ketika haji Wada’ Sa’ad sakit yang menghawatirkan, ia dijenguk
Rasulullah. Sa’ad bertanya: “Wahai
Rasulullah, harta saya banyak, tidak ada yang menjadi ahli waris saya kecuali
seorang anak perempuan. Bolehkah saya bersedekah dua pertiga dari harta saya?
“tidak” jawab Rasul, kalau seperdua, “tidak”, kalau sepertiga? “Ya tidak
apa-apa.” Dan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya jka engkau meninggalkan
ahli waris dalam keadaan kaya adalah lebih baik daripada meninggalkannya dalam
keadaan miskin dan meminta-minta kepada manusia. Sesungguhnya nafkah yang anda
berikan (kepada keluarga) adalah merupakan sedekah. Semoga Allah memanjangkan
umurmu sehingga kamu bermanfaat bagi manusia lain…”
4) Pemberani
Di barisan pejuang Islam, nama Sa’ad
bin Abi Waqqas menjadi salah satu tonggak utamanya. Ia terlibat dalam Pertempuran
Badar bersama saudaranya yang bernama Umair bin Abi Waqqash yang pada
waktu itu masih sangat belia, baru saja mencapai usia baligh. Tetapi Umair
syahid di Badar bersama 13 pejuang Muslim lainnya. Pada Pertempuran Uhud,
bersama Zaid, Sa’ad terpilih menjadi salah satu pasukan pemanah terbaik Islam.
Sa’ad berjuang dengan gigih dalam mempertahankan Rasulullah SAW setelah
beberapa pejuang Muslim meninggalkan posisi mereka.
Ada dua keistimewaan Sa’ad yang
sering dia banggakan yaitu panahnya, dimana ia merupakan sahabat dan pejuang
Islam pertama yang melemparkan panahnya fi sabilillah, dan terkena panah dalam
upaya mempertahankan Islam. Dan yang kedua, dialah satu-satunya sahabat yang
ditebus Rasulullah dengan kedua orang tuanya, ketika Rasulullah bersabda di
Uhud: “Lemparkan
panahmu Sa’ad! … lemparkan! Tebusanmu adalah ibu dan bapakku.” Di
samping keahlian memanahnya, Sa’ad memiliki senjata yang ampuh yaitu do’anya
yang selalu dikabulkan Allah. Hal ini pun sudah dimaklumi di kalangan sahabat,
dimana Rasulullah secara khusus pernah berdoa untuk Sa’ad: “م الله دد س ه رميت..
وأجب ه دعوت”.
5) Selalu
Menolong
Saad bin Abi waqash adalah seorang
yang sering menolong hal ini di jelaskan dengan do’anya tidak tertolak
(mustajab). Pada suatu hari Saad bin Abi Waqash mendengar seseorang mencaci tiga orang
sahabat Rasulullah yaitu Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair
bin Awwam. “ Hentikan cacianmu itu” kata Saad bin Waqash kepada orang yang
mencaci ketiga sahabat Rasulullah itu. “ kalau kau tidak suka dengan para
sahabat rasulullah sampaikan kritikmu dengan baik . tidak dengan cara
memaki-maki dan mencerca di hadapan umum seperti ini.
Orang itu tidak mengacuhkan ucapan
Saad bin Abi Waqash. “ Kalau begitu, aku akan berdoa agar Allah menimpakan
bencana kepadamu,” kata Saad bin Waqash. “ Kau mengancamku seakan-akan kau seorang
nabi saja ! ejek orang itu. Ia terus saja mencerca dengan kata-kata yang tidak
sopan.
Saad bin Abi Waqash lalu mengambil
air wudhu. Ia shalat dua rakaat dan kemudian berdoa” ya Allah! Jika engkau
mengetahui bahwa orang ini mencaci maki secara keji orang-orang yang telah kau
tetapkan kebaikannya di sisimu, jadikanlah orang itu sebagai pelajaran dan
contoh bagi kebesaranmu…”
Doa Saad bin Abi Waqash benar-benar
mustaja. Tiba-tiba saja entah dari mana datangnya, muncul seekor unta gila
besar. Binatang itu mengamuk di tengah kerumunan orang. Semua orang langsung
berlarian menyelamatkan diri. Orang yang memaaki-maki para sahabat itu tidak
sempat menghinda. Ia terinjak-injak unta gila yang mengamuk itu dan kemudian
meninggal.
6) Tidak
ingin memperpanjang masalah
Hal ini terbukti ketika sahabat Umar
bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu pernah mengamanahi Saad jabatan gubernur Irak.
Sebuah wilayah besar dan penuh gejolak. Suatu ketika rakyat Irak mengadukannya
kepada Umar. Mereka menuduh Saad bukanlah orang yang bagus dalam shalatnya.
Permasalahan shalat bukanlah permasalahan yang ringan bagi orang-orang yang
mengetahui kedudukannya. Sehingga Umar pun merespon laporan tersebut dengan
memanggil Saad ke Madinah.
Mendengar laporan tersebut, Saad
tertawa. Kemudian ia menanggapi tuduhan tersebut dengan mengatakan, “Demi
Allah, sungguh aku shalat bersama mereka seperti shalatnya Rasulullah.
Kupanjangkan dua rakaat awal dan mempersingkat dua rakaat terakhir”. Mendengar
klarifikasi dari Saad, Umar memintanya kembali ke Irak. Akan tetapi Saad
menanggapinya dengan mengatakan, “Apakah engkau memerintahkanku kembali kepada
kaum yang menuduhku tidak beres dalam shalat?” Saad lebih senang tinggal di
Madinah dan Umar mengizinkannya.
Ketika Umar ditikam, sebelum wafat
ia memerintahkan enam orang sahabat yang diridhai oleh Nabi salah satunya Saad untuk
bermusyawarah memilih khalifah penggantinya. Umar berkata, “Jika yang terpilih
adalah Saad, maka dialah orangnya. Jika selainnya, hendaklah meminta tolong
(dalam pemerintahannya) kepada Saad”.
7) Sederhana
Secara
cerdik Saad bin Abi Waqqas mampu menangkap pesan Rasullullah SAW, yaitu jangan
letakkan dunia di hatimu tapi taruhlah di tanganmu. Mendekatkan dunia di hati
akan melahirkan rasa ketamakan, berbeda dengan di tangan maka dunia bagai
terminal sementara sebelum menuju akhirat. Selain itu, Saad bin Abi Waqqash
termasuk sahabat yang berumur panjang. Ia juga dianugerahi Allah ﷻ
harta yang banyak. Meskipun begitu beliau lebih menampakkan kesederhanaannya
terbukti ketika akhir hayatnya, ia mengenakan pakaian dari wol. Jenis kain yang
dikenal murah kala itu. Ia berkata, “Kafani aku dengan kain ini, karena pakaian
inilah yang aku pakai saat memerangi orang-orang musyrik di Perang Badar”.
8)
Memiliki niat yang baik
Suatu hari, sebagai diceritakan oleh
Anas bin Malik, kami bersama Rasulullah, kemudian beliau bersabda: Sebentar
lagi akan muncul di hadapan kalian laki-laki penghuni syurga. Tiba-tiba
muncullah Sa’ad bin Abi Waqas (demikian berulang sampai tiga kali, tiga hari).
Kemudian Abdullah bin Amru bin Ash menyelidiki amalan dan menanyakannya. Sa’ad
menjawab: Tidak ada sesuatu atau ibadah yang lebih istimewa dari yang biasa
kita kerjakan. Hanya saja aku tidak pernah menyimpan dalam diriku niat yang
buruk terhadap kaum Muslimin. Inilah tampaknya yang menyebabkan engkau sampai
di tempat terpuji itu. Justru ini pula lah yang tidak pernah bisa kami lakukan.
9)
Sikap Saad Saat
Terjadi Perselisihan Antara Ali dan Muawiyah
Saad bin Abi Waqqash menjumpai perselisihan besar yang
terjadi pada kaum muslimin. Antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi
Sufyan, radhiallahu ‘anhum ajma’in. Sikap Saad pada saat itu adalah tidak
memihak kelompok manapun. Ia juga memerintahkan keluarga adan anak-anaknya
untuk tidak mengabarkan berita apapun kepadanya.
Keponakannya, Hisyam bin Utbah bin Abi Waqqash, berkata
kepadanya, “Wahai paman, ini adalah 100.000 pedang (pasukan) yang menganggap
Andalah yang berhak menjadi khalifah”. Saad menjawab, “Aku ingin dari 100.000
pedang tersebut satu pedang saja. Jika aku memukul seorang mukmin dengan pedang
itu, maka ia tidak membahayakan. Jika dipakai untuk memukul orang kafir
(berjihad), maka ia mematikan”. Mendengar jawaban pamannya, Hisyam paham bahwa
pamannya, Saad bin Abi Waqqash sama sekali tidak ingin ambil bagian dalam
permasalahan ini. Ia pun pergi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, kita bisa mengambil
pelajaran dari sahabat Sa’ad bin Abi Waqqas bahwa beliau memiliki sifat yang
pantang menyerah. Ketika perang sedang berkecamuk beliau sedang di timpa
penyakit yang sangat parah. Tetapi beliau tetap memimpin peperangan tersebut.
Selain itu, banyak sifat-sifat beliau yang bisa kita teladani, seperti :
keteguhan iman, dermawan, pemberani, tidak ingin memperpanjang masalah, selalu
menolong,memiliki niat yang baik, dan sederhana.
B.
Saran
Demikianlah
makalah ini kami buat apabila ada kekurangan dan kekeliruan dalam pembahasan
ini kami mohon maaf karena hal ini adalah proses awal bagi kami. Dan dalam
penulisan makalah ini kami juga mohon kritik dan sarannya agar dalam penulisan
makalah selanjutnya lebih baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Abazhah, Nizar.2014. Sahabat Muhammad. Jakarta. Zaman.
