Selasa, 16 Mei 2017

Said bin Zaid

BAB I
PENDAHULUAN
A.                LATAR BELAKANG
Sekarang ini remaja-remaja belum memahami dan mengerti tentang sepuluh sahabat Nabi Muhammad SAW yang dijamin Allah SWT masuk syurga salah satunya ialah Said bin Zaid. Said bin Zaid bin Amru bin Nufail Al Adawi atau sering juga disebut sebagai Abu Al-A’war lahir di Mekah 22 tahun sebelum Hijrah.
“Wahai Allah, jika Engkau mengharamkanku dari agama yang lurus ini, janganlah anakku Sa’id diharamkan puladaripadanya.” (Doa Zaid untuk anaknya Said).
Ayah Said bernama Zaid bin Amru bin Nufail, tidak suka dan tidak pernah mau mengikuti ajaran jahiliyah. Beliau yang diberi gelar Hanif, adalah penyelamat bayi perempuan yang ingin di bunuh oleh bapaknya pada masa tersebut dan mengambilnya sebagai anak angkat. Beliau juga tak pernah menyukutakan Allah, juga tidak pernah menggunakan apa pun sebagai perantaranya dengan Allah. Beliau pernah mempelajari agama Yahudi dan Nasrani, tapi masih juga tak puas, sampai akhirnya beliau bertemu dengan seorang rahib yang memberi tahu bahwa Allah akan mengirimkan seorang Nabi dari kalangan bangsa Arab. Oleh karena itu, beliau memutuskan untuk kembali ke Mekah. Di tengah jalan beliau terbunuh oleh kawanan perampok sehingga tak sempat kembali ke Mekah. Tapi doanya agar Allah tidak menghalangi anaknya masuk Islam sebagaimana beliau terhalang, terkabul.
Allah memperkenankan doa Zaid. Pada waktu Rasulullah SAW mengajak orang banyak untuk masuk Islam, Said segera memenuhi panggilan Islam. Said bin Zaid menjadi pelopor orang-orang beriman dengan Allah dan membenarkan kerasulan Nabi Muhammad SAW.




B.            RUMUSAN MASALAH
Adapun dalam makalah ini kami simpulkan rumusan masalah :
1.      Bagaimana Said bin Zaid masuk Islam?
2.      Apa saja sifat terpuji yang dimiliki Said bin Zaid?
3.      Apa saja keistimewaan yang dimiliki Said bin Zaid?
4.      Bagaimana sejarah singkat wafatnya Said bin Zaid?

C.            TUJUAN PENULISAN
Adapun dalam makalah ini memiliki tujuan dari penulisan :
1.      Agar mengetahui sejarah singkat bagaimana Said bin Zaid dapat masuk Islam.
2.      Agar mengetahui sifat-sifat terpuji yang dimiliki oleh Said bin Zaid.
3.      Agar mengetahui keistimewaan yang dimiliki oleh Said bin Zaid.
4.      Agar mengetahui sejarah singkat wafatnya Said bin Zaid. 

BAB II
PEMBAHASAN
A.           Biografi Said bin Zaid
Said bin Zaid bin Amru bin Nufail adalah seorang sahabat asal Quraisy. Said bin Zaid bin Amru bin Nufail Al Adawi atau sering juga disebut sebagai Abu Al-A’war lahir di Mekah 22 tahun sebelum Hijrah. Sejak masa remajanya di masa jahiliyah, ia tidak pernah mengikuti perbuatan-perbuatan yang umumnya dilakukan oleh kaum Quraisy, seperti menyembah berhala, bermain judi, minum minuman keras, main wanita dan perbuatan nista lainnya. Sikap dan pandangan hidupnya ini ternyata di warisi dari ayahnya, Zaid bin Amru bin Nufail.
“Wahai Allah, jika Engkau mengharamkanku dari agama yang lurus ini, janganlah anakku Sa’id diharamkan puladaripadanya.” (Doa Zaid untuk anaknya Said).
Ayah Said bernama Zaid bin Amru bin Nufail, tidak suka dan tidak pernah mau mengikuti ajaran jahiliyah. Beliau yang diberi gelar Hanif, adalah penyelamat bayi perempuan yang ingin di bunuh oleh bapaknya pada masa tersebut dan mengambilnya sebagai anak angkat. Beliau juga tak pernah menyukutakan Allah, juga tidak pernah menggunakan apa pun sebagai perantaranya dengan Allah. Beliau pernah mempelajari agama Yahudi dan Nasrani, tapi masih juga tak puas, sampai akhirnya beliau bertemu dengan seorang rahib yang memberi tahu bahwa Allah akan mengirimkan seorang Nabi dari kalangan bangsa Arab. Oleh karena itu, beliau memutuskan untuk kembali ke Mekah. Di tengah jalan beliau terbunuh oleh kawanan perampok sehingga tak sempat kembali ke Mekah. Tapi doanya agar Allah tidak menghalangi anaknya masuk Islam sebagaimana beliau terhalang, terkabul.
Allah memperkenankan doa Zaid. Pada waktu Rasulullah SAW mengajak orang banyak untuk masuk Islam, Said segera memenuhi panggilan Islam. Said bin Zaid menjadi pelopor orang-orang beriman dengan Allah dan membenarkan kerasulan Nabi Muhammad SAW. Said bin Zaid masuk Islam tidak seorang diri, melainkan bersama-sama dengan isterinya, Fathimah binti Khatthab, adik perempuan Umar bin Khatthab.

B.            Sifat-sifat Said bin Zaid
Perjalanan hidup Said bin Zaid telah diwarnai oleh petunjuk dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam yang disampingnya selama lebih kurang dua puluh tiga tahun. Kebersamaan yang panjang dan indah tersebut memberikan pengaruh yang sangat baik dalam kehidupan Said. Membentuk kepribadiannya, membekalinya dengan sifat dan akhlak yang terpuji, dan ini adalah beberapa sifat dan akhlak terpuji dari Said bin Zaid:

1.             Rasa takutnya hanya untuk Allah
  Pada saat Rasulullah menerima tugas kenabian dari Allah, Said bin Zaid dengan mudah menerima dan memeluk Islam. Dan ia pun termasuk salah satu di antara sepuluh orang yang Rasulullah menjaminnya akan masuk surga. Namun, kesedihannya tidak pernah hilang tatkala ia mengingat ayahnya, Zaid bin Amr, yang tidak sempat memeluk Islam karena ayahnya meninggal sebelum Muhammad diutus menjadi Nabi.
Temannya berkata, “Kenapa engkau menangis, wahai Said bin Zaid?” said pun menjawab, “Aku menangisi ayahku, Zaid bin Amr. Dia menolak untuk menyembah berhala yang dilakukan oleh kaum Quraisy dan qurban yang mereka persembahkan, lalu dia mengembara karena dizalimi. Dia keluar untuk mencari agama yang diridhai oleh Allah. Itulah sebabnya aku menangis. Jika Allah berkenan untuk memperpanjangkan umurnya hingga saat ini, niscaya ia akan mengakui kenabianmu, wahai Rasulullah.
Rasulullah menghibur Said dengan bersabda, “Ayahmu adalah salah seorang penghuni surga. Ayahmu adalah orang yang kelak akan dibangkitkan sebagai satu umat.
Dia pun mengajak istrinya, Fatimah binti Al-Khattab untuk memeluk Islam. Dia membacakan ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun dan yang mulia.
Istrinya pun mengatakan kepada suaminya dengan rasa yang kagum, “Betapa bermakna dan indahnya kalimat ini. Kalimat apakah itu, wahai Said?” said pun menjawab, “itu adalah kalimat Allah yang diturunkan kepada utusannya, Muhammad bin Abdullah. ”“Apakah engkau telah beriman kepadanya, wahai Said?” Tanya sang istri. Said pun menjawab, “Ya. Ikutilah aku, wahai istriku. Ikutilah aku. Ini adalah agama yang sebenarnya.
 Istrinya pun kembali bertanya, “Apa yang seharusnya aku katakan, wahai Said?” said pun menjawab, “Katakanlah… saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah.” Sang istri pun mengucapkan kalimat syahadat sebagai syarat agar masuk Islam. Begitulah, Said bin Zaid membimbing sang istri, Fatimah binti Al-Khattab yang merupakan saudari Umar bin Al-Khattab untuk memeluk Islam.Said bin Zaid juga giat mempelajari Islam yang telah menjadi kepercayaan barunya.
Saat dakwah dilakukan secara terang-terangan, Said bersama rekan-rekannya selalu berada di garda terdepan dalam menghadapi tekanan dari kaum Quraisy. Said bin Zaid pun berkata kepada para pemuka Quraisy, “Ayahku dan Waraqah bin Naufal harus menunggu lama untuk menunggu masa diutusnya nabi, bahkan mereka rela mengembara demi mendapatkan informasi. Namun, ayahku terlanjur wafat setelah mendapat informasi dari pendeta bahwa masa kenabian hampir tiba dan akan muncul di Mekkah. Kalian semua tentu sudah tahu cerita dari pendeta itu karena sebagian dari kalian ada yang bersama dengan pendeta itu. Bahkan jin dan orang bijaksana yang tahu pun beriman kepadanya, sedangkan kamu yang mengetahuinya sama seperti kami dan kenapa kalian mengingkarinya?
Salah satu dari pemuka Quraisy itu pun menjawabnya, “Kami ke sini bukan untuk mendengarkan ocehanmu!
Upaya dakwah dari Rasulullah selalu dihalang-halangi termasuk oleh Umar bin Al-Khattab. Dia sangat membenci Islam. Di saat salah satu pemuka Quraisy berkata, “Demi Latta dan Uzza, kami akan menghalangi kalian untuk memeluk agama ini.” Umar bin Al-Khattab pun menyahutnya, “Benar, itu sebabnya aku datang. Aku tidak akan membiarkan kalian memurtadkan pemuda Mekkah dari agama nenek moyang kami, wahai penolong Muhammad!” “Wahai Ibnu Al-Khattab,tinggalkan mereka yang bangga dengan kemusyrikan dan kekayaan.” kata Said.“Sudah cukup bagi kami untuk berurusan denganmu.” “Umar pun menyahut perkataan tadi, ”Aku akan membuat kalian menyesal!
Sikap penolakkan Umar bin Al-Khattab terhadap Islam menjadi kesedihan tersendiri bagi Said bin Zaid dan Fatimah bin Al-Khattab. Semakin hari penolakkan Umar kian menjadi. Umar bin Al-Khattab pun bertekad ingin membunuh Rasulullah. Tetapi upaya Umar bin Al-Khattab sempat dilecehkan karena adiknya sendiri telah memeluk Islam. Umar pun sangat marah dan segera membalikkan arahnya ke rumah sang adik, Fatimah binti Khattab.
Di saat yang sama, Khabbab bin Al-Arat sedang membacakan ayat-ayat dari Al-Qur’an yang mulia di hadapan Fatimah dan Said. Umar pun langsung datang dan mengetuk pintu rumah seraya berkata, “Buka pintunya, wahai orang yang sesat!” Fatimah pun langsung terkejut dan berkata kepada Khabbab, “Itu saudara saya, Umar. Dia pasti datang dengan membawa keburukan. Bersembunyilah, wahai Khabbab. ” dan Said pun mengatakan hal yang sama.
Di suasana yang menegangkan itu, terjadilah perkelahian yang hebat. Akhirnya Umar melukai adiknya sendiri hingga mulutnya mengeluarkan darah. Melihat hal itu, Umar langsung menyesali perbuatannya. Sekilas, ia melihat lembaran Al-Qur’an. Dia pun penasaran ingin melihatnya, namun Said menyuruhnya agar mandi, “Kalau begitu, mandilah. Al-Qur’an tidak boleh disentuh kecuali oleh yang suci dankau kotor karena kemusyrikan, maka mandilah!” “Baiklan, aku akan mandi,” jawab Umar bin Al-Khattab.
Ibnu Al-Khattab pun mandi dan membaca ayat-ayat dari Al-Qur’an yang mulia. Namun, untaian ayat Al-Qur’an yang sempat ia dengar justru meluluhkan hatinya. Hingga akhirnya Umar bin Al-Khattab mengucapkan, “Betapa indah dan mulianya kalimat ini.
Rencana untuk membunuh Rasulullah justru berbalik menjadi pengikut setia sang utusan Allah. Dan Umar pun berkata, “Tunjukilah aku ke jalan untuk bertemu dengan Rasulullah. Aku akan memeluk Islam.” Suara takbir dan tahlil pun mengguncang seisi rumah bagaikan bumi yang bergoncang.
Inilah kehebatan dari seorang Said bin Zaid berikut istrinya. Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa yang yang memberikan petunjuk kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala berikut pahala orang yang mengikutinya dan itu sama sekali tidak mengurangi pahala orang yang melakukannya.” Itu artinya, semua kebaikan Umar, semua kesalehan, dan semua kebesarannya, ketika ia melakukan kebaikan itu maka Said bin Zaid mendapatkan keutamaan, pahala, semua kebesaran Umar maka Said pun mendapatkan derajat yang mulia di sisi Allah walaupun yang berbuat adalah Umar bin Al-Khattab.

2.             Pemberani.
Said bin Zaid bin Amru bin Nufail membaktikan segenap daya dan tenaganya yang muda untuk berkhidmat kepada Islam. Ketika dia masuk Islam umurnya belum lebih dari dua puluh tahun. Dia turut berperang bersama-sama Rasulullah dalam setiap peperangan, selain perang Badar. Ketika itu dia sedang melaksanakan suatu tugas penting lainnya bersama Thalhah bin Ubaidillah yang ditugaskan Rasulullah, untuk mengintai kafilah Quraisy yang pulang dari berniaga, dan saat keduanya melaksanakan tugas, terjadilah perang Badar yang berakhir dengan kemenangan untuk kaum muslimin. Kemudian keduanya pulang dan Rasulullah SAW memberikan kepada keduanya bagian dari harta rampasan perang. Dia juga turut mengambil bagian bersama-sama kaum muslimin mencabut singgasana Kisra Persia dan menggulingkan ke Kaisaran Rum. Dalam setiap peperangan yang dihadapi kaum muslimin dia selalu memperlihatkan penampilan dengan reputasi terpuji. Agakanya yang paling mengejutkan ialah reputasinya yang tercatat dalam peperangan Yarmuk.
            Berkata Sa’id bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail, “Ketika terjadi perang Yarmuk, pasukan kami semuanya berjumlah 24.000 orang tentara. Sedangkan tentara Rum yang kami hadapi berjumlah 120.000 tentara. Musuh bergerak ke arah kami dengan langkah-langkah yang mantap bagaikan sebuah bukit yang digerakkan tangan-tangan tersembunyi. Di muka sekali berbaris Pendeta-pendeta, Perwira-perwira tinggi/panglima-panglima, dan Paderi-paderi yang membawa kayu salib sambil mengeraskan suara membaca do’a. Do’a itu diulang-ulang oleh tentara yang berbaris di belakang mereka dengan suatu mengguntur.
Tatkala tentara kaum muslimin melihat musuh mereka seperti itu, kebanyakan mereka terkejut, lalu timbul takut di hati mereka. Abu ‘Ubaidah bangkit mengobarkan semangat jihad kepada mereka. Kata Abu ‘Ubaidah dalam pidatonya antara lain, “Wahai hamba-hamba Allah! Menangkan agama Allah! Pasti Allah akan menolong kamu, dan memberikan kekuatan kepada kamu!
“Wahai hamba-hamba Allah! Tabahkan hati kalian! Karena ketabahan adalah jalan lepas dari kekafiran; jalan mencapai keridhaan Allah, dan menolak kehinaan.
“Siapkan lembing dan perisai! Tetaplah tenang dan diam! Kecuali dzikrullah (mengingat Allah) dalam hati kalian masing-masing.
“Tunggu perintah saya selanjutnya! Insya Allah!”
Kemudian Sa’id melanjutkan ceritanya. Tiba-tiba seorang prajurit muslim keluar dari barisan dan berkata kepada Abu ‘Ubaidah, “Saya ingin syahid sekarang. Adakah pesan-pesan Anda kepada Rasulullah?”
Jawab Abu ‘Ubaidah, “Ya, ada! Sampaikan salam saya dan salam kaum muslimin kepada beliau. Katakan kepada beliau, sesungguhnya kami telah mendapatkan apa yang dijanjikan Tuhan kami benar-benar terbukti!”.
Sesudah dia mengucapkan kata-katanya itu, saya lihat dia menghunus pedang dan terus maju menyerang musuh-musuh Allah. Saya membanting diri ke tanah, dan berdiri di atas lutut saya. Saya bidikkan lembing saya, lalu saya tikam seorang melompat menghadang musuh. Tanpa terasa, perasaan takut lenyap dengan sendirinya di hati saya. Tentara muslimin bangkit menyerbu tentara Rum. Perang berkecamuk segera berkobar dengan hebat. Akhirnya Allah memenangkan kaum muslimin.


3.      Rendah Hati
Sa'id sempat mengalami masa kejayaan islam, di mana wilayah makin meluas dan makin banyak lowongan jabatan. Sesungguhnyalah ia pantas memangku salah satu dari jabatan-jabatan tersebut, tetapi ia memilih untuk menghindarinya. Bahkan dalam banyak pertempuran yang diterjuninya, ia lebih memilih menjadi prajurit biasa. Dalam suatu pasukan besar yang dipimpin oleh sa'd bin abi waqqash, setelah menaklukan damaskus,  sa'd menetapkan dirinya sebagai wali negeri/gubernur di sana. Tetapi sa'id bin zaid meminta dengan sangat kepada komandannya itu untuk memilih orang lain memegang jabatan tersebut, dan mengijinkannya untuk menjadi prajurit biasa di bawah kepemimpinannya. Ia ingin terus berjuang menegakkan kalimat allah dan panji-panji kebenaran, suatu keadaan yang tidak bisa dilakukannyan jika ia memegang jabatan wali negeri.
Memang seorang Said Bin Zaid sangat pantas di angkat menjadi seorang wali dari Damaskus tapi beliau tetap memberikan kesempatan kepada orang lain, walaupun akhirnya beliau tetap diangkat menjadi Gubernur Damaskus.

4.             Dermawan dan Bersahaja
Seperti halnya jabatan yang dihindarinya, begitu juga dengan harta dan kemewahan dunia. Tetapi sejak masa khalifah umar, harta kekayaan datang melimpah-ruah memenuhi baitul mal (perbendaharaan islam), sehingga mau tidak mau, sahabat-sahabat masa awal seperti sa’id bin zaid akan memperoleh bagian juga. Bahkan khalifah umar memberikan jatah (bagian) lebih banyak daripada bagian sahabat yang memeluk islam belakangan, yaitu setelah terjadinya fathul makkah. Namun, setiap kali ia memperoleh pembagian harta atau uang, segera saja ia menyedekahkannya lagi, kecuali sekedarnya saja. Namun dengan cara hidupnya yang zuhud itu, masih juga ada orang yang memfitnah dirinya bersikap duniawiah.
Meski beliau seorang kerabat khalifah Umar beliau bahkan tetap rajin menyedekahkan hartanya di jalan Allah, serta hidupnya seperti rakyat biasa.bahkanSaid Bin Zaid menyedekahkan jatah dari harta rampasan perang ke baitul mal kecuali sedikit yang beliau pergunakan untuk hidupnya. Masya Allah


5.             Sabar
'Urwah bin Zubair menceritakan bahwa Said bin Zaid r.a. Pernah diadukan oleh Urwa binti Uwais kepada Marwan bin Hakam. Urwa menuduh Sa'id telah mengambil sedikit tanahnya. Sa'id lalu berkata, "Apakah aku akan mengambil tanahnya setelah aku mendengar sabda Rasulullah Saw?" Marwan bin Hakam kemudian bertanya, "Apa yang kau dengar dari Rasulullah Saw.?" Sa`id menjawab, 'Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, Barangsiapa mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka yang sejengkal itu akan dikalungkan di lehernya menjadi tujuh lapis bumi."' Marwan berkomentar,'Aku tidak akan memintamu menunjukkan bukti lagi setelah mendengar hadis ini." Sa'id kemudian berdoa, "Ya Allah, kalau Urwa itu berdusta, maka butakanlah matanya dan matikanlah ia di atas tanahnya." Urwa meninggal dunia setelah matanya buta, dan sewaktu ia berjalan di tanahnya, dia terperosok ke dalam lubang, lalu mati. (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain diceritakan bahwa Urwa binti Uwais buta, lalu menabraknya berkata, 'Aku menderita karena doa Sa'id." Kemudian Urwa binti Uwais melewati sumur di tanah tempat terjadinya sengketa tanah dengan Sa'id bin Zaid, la terperosok dan terkubur dalam sumur itu. (Diriwayatkan oleh Muslim dari Muhammad bin Zaid bin `Abdullah bin Amr).
Dengan ketabahan dan kesabaran menyebabkan beliau mampu membuktikan bahwa beliau tidak salah dalam masalah yang belaiu hadapi, dan beliau mampu mengendalikan dirinya dari kemarahan dan dendam.

6.             Pemalu
Seperti halnya jabatan dan harta kekayaan, ke-terkenal-an (popularitas) juga tidak disukai oleh Sa’id bin Zaid ini. Walaupun ia sebagai sahabat as sabiqunal awwalin, selalu berjuang dan berjihad di jalan Allah setiap kali ada kesempatan, dan menghabiskan waktu dengan ibadah ketika sedang ‘menggantungkan pedang’, bahkan telah dijamin masuk surga oleh Rasulullah SAW ketika masih hidup bersama (hanya) sembilan sahabat lainnya, tetapi ia tidak terlalu menonjol dan terkenal dibanding sahabat-sahabat lainnya yang memeluk Islam belakangan, seperti misalnya Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Salman al Farisi dan lain-lainnya. Hal ini terjadi karena ia memang lebih suka ‘menyembunyikan diri’, lebih asyik menyendiri dalam ibadah bersama Allah, walau secara lahiriah ia berada di antara banyak sahabat lainnya.

7.             Setia kepada Nabi Muhammad SAW
Sa’id pun ikut menyertai Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam dalam perjanjian Hudaibiyah, dan ikut berbai’at di bawah pohon, dan Allah telah memuji mereka dalam kitab-Nya, Allah berfirman ,“Sungguh, Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat (QS. Al-Fath [48] : 18)”.

8.             Jujur
Dan di dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Humaidi, ulama hadits pemilik kitab As-Sunan, Ibnu Hibban, dan lainnya dari jalan yang banyak, dan Riyah bin Al-Harits An-Nakha’i, “Bahwasanya Sa’id bin Zaid berkata, Aku bersaksi kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam atas apa yang telah didengar oleh kedua telingaku, dan dipahami oleh hatiku dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam. Sungguh aku tidak akan mengatakan kebohongan jika ia bertanya kepadaku saat bertemu dengannya nanti. Sungguh beliau telah bersabda, “Abu Bakar di surga, Umar di surga, Ali di surga, Utsman di surga, Thalhah di surga, Zubair di surga, Abdurrahman di sruga, Sa’ad di surga.” Dan orang mukmin yang kesembilan, kalau aku mau aku akan menyebutkan namanya! Maka orang yang hadir di masjid menjadi ribut dan memintanya, “Wahai sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam, siapakah yang kesembilan tersebut? Ia menjawab, “Kalian telah memintaku dengan nama Allah yang Maha Agung, akulah orang mukmin yang kesembilan tersebut. Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam yang kesepuluh.”
Dan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Auf dari Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Sepuluh orang yang disurga (teks hadits yang lengkap telah disebutkan sebelumnya) dan menyebutkan Sa’id bin Zaid di antara mereka.”
C.                 Keistimewaan dari Said bin Zaid
Tidak diragukan lagi bahwa Sa’id bin Zaid adalah seorang shahabat yang mempunyai banyak keutamaan, di antara adalah:
1.    Beliau termasuk orang yang pertama masuk islam, dan keislaman beliau sebelum keislaman Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhuma.
2.    Beliau adalah termasuk sepuluh orang yang diberikan kabar gembira masuk surga. Imam at-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Abdurrahman bin ‘Auf berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Abu Bakar di surga, Umar di surga, Ustman di surga, Ali di surga, Thalhah di surga, Zubair di surga, Abdurrahman binAuf di surga, sa’ad bin Abi Waqas di surga, Sa'id bin Zaid di surga, dan Abu Ubaidah di surga”.(Bab Manaqib Abdurrahman bin Auf az-Zahiri radhiyallahu 'anhu).
3.    Beliau mempunyai doa yang di kabulkan Allah Ta’ala, diriwayatkan bahwa Arwa binti Uwais menemui Marwan bin Hakam (yang saat itu menjabat sebagai gubernur Madinah), dan mengadukan permasalahannya dengan Sa’id bin Zaid, dan mengatakan: “Dia(Sa’id) telah menzhalimiku, dan dia merampas hakku, (Sa’id adalah tetangga Urwah di daerah al-‘Aqiq), maka Sa’id berkata: “Apa?!, aku menzhalimi Arwa terhadap haknya!, demi Allah aku telah memberikan kepadanya enam ratus depa dari tanah milikiku, dan ini aku lakukan karena aku mendengar hadis dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa yang mengambil sejengkal tanah (milik orang lain -red)secara zhalim, maka Allah akan pikulkan baginya tujuh lapis bumi pada hari kiamat”. Berdilah engkau wahai Arwa, dan ambilah (tanah) yang engkau akui bahwa itu milikmu”. maka Arwapun berdiri, dan dia masih menutupi kebenaran terhadap hak Sa’id, maka Sa’id berkata: “Ya Allah seandainya dia seorang yang zhalim, maka butakanlah matanya, dan bunuhlah ia pada tanah tersebut, dan jadikanlah kuburannya di sumurnya”. Maka tidak lama berselang waktu dari hari itu, butalah mata Urwah, kemudian dia berjalan di tanahnya tersebut, yang mana tanah itu tidak rata, maka iapun terjatuh ke dalam sumur, yang ia mati karenanya, dan sumur dijadikan sebagai kuburan baginya”.

4.    Beliau adalah seorang shahabat yang mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
D.           Wafatnya Said bin Zaid
Para ahli sejarah berkata bahwa Sa’id bin Zaid wafat di daerah al-‘Aqiq, ia dimandikan oleh Sa’ad bin Abi Waqas, dan di shalatkan oleh Abdullah bin Umar r.a.

Amr bin Ali berkata: “Bahwa Sa’id wafat pada tahun 51 H, yang mana umur beliau ketika itu tujuh puluh tahunan lebih, beliau di kebumikan di Madinah, (pada saat akan di kuburkan) Sa'ad bin Abi Waqas dan Abdullah bin Umar masuk kedalam kuburnya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar