BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sekarang ini remaja-remaja belum memahami dan
mengerti tentang sepuluh sahabat Nabi Muhammad SAW yang dijamin Allah SWT masuk
syurga salah satunya ialah Said bin Zaid. Said bin Zaid bin Amru bin Nufail Al
Adawi atau sering juga disebut sebagai Abu Al-A’war lahir di Mekah 22 tahun
sebelum Hijrah.
“Wahai Allah, jika
Engkau mengharamkanku dari agama yang lurus ini, janganlah anakku Sa’id
diharamkan puladaripadanya.” (Doa Zaid untuk anaknya Said).
Ayah Said bernama Zaid bin Amru bin Nufail,
tidak suka dan tidak pernah mau mengikuti ajaran jahiliyah. Beliau yang diberi
gelar Hanif, adalah penyelamat bayi perempuan yang ingin di bunuh oleh bapaknya
pada masa tersebut dan mengambilnya sebagai anak angkat. Beliau juga tak pernah
menyukutakan Allah, juga tidak pernah menggunakan apa pun sebagai perantaranya
dengan Allah. Beliau pernah mempelajari agama Yahudi dan Nasrani, tapi masih
juga tak puas, sampai akhirnya beliau bertemu dengan seorang rahib yang memberi
tahu bahwa Allah akan mengirimkan seorang Nabi dari kalangan bangsa Arab. Oleh
karena itu, beliau memutuskan untuk kembali ke Mekah. Di tengah jalan beliau
terbunuh oleh kawanan perampok sehingga tak sempat kembali ke Mekah. Tapi
doanya agar Allah tidak menghalangi anaknya masuk Islam sebagaimana beliau
terhalang, terkabul.
Allah memperkenankan doa Zaid. Pada waktu
Rasulullah SAW mengajak orang banyak untuk masuk Islam, Said segera memenuhi
panggilan Islam. Said bin Zaid menjadi pelopor orang-orang beriman dengan Allah
dan membenarkan kerasulan Nabi Muhammad SAW.
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun dalam makalah ini kami simpulkan
rumusan masalah :
1.
Bagaimana Said bin Zaid masuk Islam?
2.
Apa saja sifat terpuji yang dimiliki Said bin Zaid?
3.
Apa saja keistimewaan yang dimiliki Said bin Zaid?
4.
Bagaimana sejarah singkat wafatnya Said bin Zaid?
C.
TUJUAN PENULISAN
Adapun dalam makalah ini memiliki tujuan dari
penulisan :
1.
Agar mengetahui sejarah singkat bagaimana Said bin Zaid dapat masuk
Islam.
2.
Agar mengetahui sifat-sifat terpuji yang dimiliki oleh Said bin Zaid.
3.
Agar mengetahui keistimewaan yang dimiliki oleh Said bin Zaid.
4.
Agar mengetahui sejarah singkat wafatnya Said bin Zaid.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Said bin Zaid
Said bin Zaid bin Amru bin Nufail adalah
seorang sahabat asal Quraisy. Said bin Zaid bin Amru bin Nufail Al Adawi atau
sering juga disebut sebagai Abu Al-A’war lahir di Mekah 22 tahun sebelum
Hijrah. Sejak masa remajanya di masa jahiliyah, ia tidak pernah mengikuti
perbuatan-perbuatan yang umumnya dilakukan oleh kaum Quraisy, seperti menyembah
berhala, bermain judi, minum minuman keras, main wanita dan perbuatan nista
lainnya. Sikap dan pandangan hidupnya ini ternyata di warisi dari ayahnya, Zaid
bin Amru bin Nufail.
“Wahai Allah, jika
Engkau mengharamkanku dari agama yang lurus ini, janganlah anakku Sa’id
diharamkan puladaripadanya.” (Doa Zaid untuk anaknya Said).
Ayah Said bernama Zaid bin Amru bin Nufail,
tidak suka dan tidak pernah mau mengikuti ajaran jahiliyah. Beliau yang diberi
gelar Hanif, adalah penyelamat bayi perempuan yang ingin di bunuh oleh bapaknya
pada masa tersebut dan mengambilnya sebagai anak angkat. Beliau juga tak pernah
menyukutakan Allah, juga tidak pernah menggunakan apa pun sebagai perantaranya
dengan Allah. Beliau pernah mempelajari agama Yahudi dan Nasrani, tapi masih
juga tak puas, sampai akhirnya beliau bertemu dengan seorang rahib yang memberi
tahu bahwa Allah akan mengirimkan seorang Nabi dari kalangan bangsa Arab. Oleh
karena itu, beliau memutuskan untuk kembali ke Mekah. Di tengah jalan beliau
terbunuh oleh kawanan perampok sehingga tak sempat kembali ke Mekah. Tapi
doanya agar Allah tidak menghalangi anaknya masuk Islam sebagaimana beliau
terhalang, terkabul.
Allah memperkenankan doa Zaid. Pada waktu
Rasulullah SAW mengajak orang banyak untuk masuk Islam, Said segera memenuhi
panggilan Islam. Said bin Zaid menjadi pelopor orang-orang beriman dengan Allah
dan membenarkan kerasulan Nabi Muhammad SAW. Said bin Zaid masuk Islam tidak
seorang diri, melainkan bersama-sama dengan isterinya, Fathimah binti Khatthab,
adik perempuan Umar bin Khatthab.
B.
Sifat-sifat Said bin Zaid
Perjalanan hidup Said bin Zaid telah diwarnai
oleh petunjuk dari Rasulullah Shallallahu’alaihi
wa Sallam yang disampingnya selama lebih kurang dua puluh tiga tahun.
Kebersamaan yang panjang dan indah tersebut memberikan pengaruh yang sangat
baik dalam kehidupan Said. Membentuk kepribadiannya, membekalinya dengan sifat
dan akhlak yang terpuji, dan ini adalah beberapa sifat dan akhlak terpuji dari
Said bin Zaid:
1.
Rasa takutnya hanya untuk Allah
Pada
saat Rasulullah menerima tugas kenabian dari Allah, Said bin Zaid dengan mudah
menerima dan memeluk Islam. Dan ia pun termasuk salah satu di antara sepuluh orang
yang Rasulullah menjaminnya akan masuk surga. Namun, kesedihannya tidak pernah
hilang tatkala ia mengingat ayahnya, Zaid bin Amr, yang tidak sempat memeluk
Islam karena ayahnya meninggal sebelum Muhammad diutus menjadi Nabi.
Temannya
berkata, “Kenapa engkau menangis, wahai Said bin Zaid?” said pun
menjawab, “Aku menangisi ayahku, Zaid bin Amr. Dia menolak untuk menyembah
berhala yang dilakukan oleh kaum Quraisy dan qurban yang mereka persembahkan,
lalu dia mengembara karena dizalimi. Dia keluar untuk mencari agama yang
diridhai oleh Allah. Itulah sebabnya aku menangis. Jika Allah berkenan untuk
memperpanjangkan umurnya hingga saat ini, niscaya ia akan mengakui kenabianmu,
wahai Rasulullah.”
Rasulullah
menghibur Said dengan bersabda, “Ayahmu adalah salah seorang penghuni surga.
Ayahmu adalah orang yang kelak akan dibangkitkan sebagai satu umat.”
Dia
pun mengajak istrinya, Fatimah binti Al-Khattab untuk memeluk Islam. Dia
membacakan ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun dan yang mulia.
Istrinya pun mengatakan
kepada suaminya dengan rasa yang kagum, “Betapa bermakna dan indahnya
kalimat ini. Kalimat apakah itu, wahai Said?” said pun menjawab, “itu
adalah kalimat Allah yang diturunkan kepada utusannya, Muhammad bin Abdullah. ”“Apakah
engkau telah beriman kepadanya, wahai Said?” Tanya sang istri. Said pun
menjawab, “Ya. Ikutilah aku, wahai istriku. Ikutilah aku. Ini adalah agama
yang sebenarnya.”
Istrinya pun kembali
bertanya, “Apa yang seharusnya aku katakan, wahai Said?” said pun
menjawab, “Katakanlah… saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan
Muhammad utusan Allah.” Sang istri pun mengucapkan kalimat syahadat sebagai
syarat agar masuk Islam. Begitulah, Said bin Zaid membimbing sang istri,
Fatimah binti Al-Khattab yang merupakan saudari Umar bin Al-Khattab untuk
memeluk Islam.Said bin Zaid juga giat mempelajari Islam yang telah menjadi
kepercayaan barunya.
Saat dakwah dilakukan
secara terang-terangan, Said bersama rekan-rekannya selalu berada di garda
terdepan dalam menghadapi tekanan dari kaum Quraisy. Said bin Zaid pun berkata
kepada para pemuka Quraisy, “Ayahku dan Waraqah bin Naufal harus menunggu
lama untuk menunggu masa diutusnya nabi, bahkan mereka rela mengembara demi
mendapatkan informasi. Namun, ayahku terlanjur wafat setelah mendapat informasi
dari pendeta bahwa masa kenabian hampir tiba dan akan muncul di Mekkah. Kalian
semua tentu sudah tahu cerita dari pendeta itu karena sebagian dari kalian ada
yang bersama dengan pendeta itu. Bahkan jin dan orang bijaksana yang tahu pun
beriman kepadanya, sedangkan kamu yang mengetahuinya sama seperti kami dan
kenapa kalian mengingkarinya?”
Salah satu dari pemuka
Quraisy itu pun menjawabnya, “Kami ke sini bukan untuk mendengarkan
ocehanmu!”
Upaya dakwah dari Rasulullah selalu
dihalang-halangi termasuk oleh Umar bin Al-Khattab. Dia sangat membenci Islam.
Di saat salah satu pemuka Quraisy berkata, “Demi Latta dan Uzza, kami akan
menghalangi kalian untuk memeluk agama ini.” Umar bin Al-Khattab pun
menyahutnya, “Benar, itu sebabnya aku datang. Aku tidak akan membiarkan
kalian memurtadkan pemuda Mekkah dari agama nenek moyang kami, wahai penolong
Muhammad!” “Wahai Ibnu
Al-Khattab,tinggalkan mereka yang bangga dengan kemusyrikan dan kekayaan.” kata
Said.“Sudah cukup bagi kami untuk
berurusan denganmu.” “Umar pun menyahut perkataan tadi, ”Aku akan
membuat kalian menyesal!”
Sikap penolakkan Umar bin
Al-Khattab terhadap Islam menjadi kesedihan tersendiri bagi Said bin Zaid dan
Fatimah bin Al-Khattab. Semakin hari penolakkan Umar kian menjadi. Umar bin
Al-Khattab pun bertekad ingin membunuh Rasulullah. Tetapi upaya Umar bin
Al-Khattab sempat dilecehkan karena adiknya sendiri telah memeluk
Islam. Umar pun sangat marah dan segera membalikkan arahnya ke rumah sang
adik, Fatimah binti Khattab.
Di saat yang sama, Khabbab
bin Al-Arat sedang membacakan ayat-ayat dari Al-Qur’an yang mulia di hadapan
Fatimah dan Said. Umar pun langsung datang dan mengetuk pintu rumah seraya
berkata, “Buka pintunya, wahai orang yang sesat!” Fatimah pun langsung
terkejut dan berkata kepada Khabbab, “Itu saudara saya, Umar. Dia pasti
datang dengan membawa keburukan. Bersembunyilah, wahai Khabbab. ” dan Said
pun mengatakan hal yang sama.
Di suasana yang menegangkan
itu, terjadilah perkelahian yang hebat. Akhirnya Umar melukai adiknya sendiri
hingga mulutnya mengeluarkan darah. Melihat hal itu, Umar langsung menyesali
perbuatannya. Sekilas, ia melihat lembaran Al-Qur’an. Dia pun penasaran ingin
melihatnya, namun Said menyuruhnya agar mandi, “Kalau begitu, mandilah.
Al-Qur’an tidak boleh disentuh kecuali oleh yang suci dankau kotor karena
kemusyrikan, maka mandilah!” “Baiklan, aku akan mandi,” jawab Umar
bin Al-Khattab.
Ibnu Al-Khattab pun mandi
dan membaca ayat-ayat dari Al-Qur’an yang mulia. Namun, untaian ayat Al-Qur’an
yang sempat ia dengar justru meluluhkan hatinya. Hingga akhirnya Umar bin
Al-Khattab mengucapkan, “Betapa indah dan mulianya kalimat ini.”
Rencana untuk membunuh
Rasulullah justru berbalik menjadi pengikut setia sang utusan Allah. Dan Umar
pun berkata, “Tunjukilah aku ke jalan untuk bertemu dengan Rasulullah. Aku
akan memeluk Islam.” Suara takbir dan tahlil pun mengguncang seisi rumah
bagaikan bumi yang bergoncang.
Inilah kehebatan dari
seorang Said bin Zaid berikut istrinya. Rasulullah pernah bersabda, “Barang
siapa yang yang memberikan petunjuk kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala
berikut pahala orang yang mengikutinya dan itu sama sekali tidak mengurangi
pahala orang yang melakukannya.” Itu artinya, semua kebaikan Umar, semua
kesalehan, dan semua kebesarannya, ketika ia melakukan kebaikan itu maka Said
bin Zaid mendapatkan keutamaan, pahala, semua kebesaran Umar maka Said pun
mendapatkan derajat yang mulia di sisi Allah walaupun yang berbuat adalah Umar
bin Al-Khattab.
2.
Pemberani.
Said bin Zaid bin Amru bin Nufail membaktikan
segenap daya dan tenaganya yang muda untuk berkhidmat kepada Islam. Ketika dia
masuk Islam umurnya belum lebih dari dua puluh tahun. Dia turut berperang
bersama-sama Rasulullah dalam setiap peperangan, selain perang Badar. Ketika
itu dia sedang melaksanakan suatu tugas penting lainnya bersama Thalhah bin
Ubaidillah yang ditugaskan Rasulullah, untuk mengintai kafilah Quraisy yang
pulang dari berniaga, dan saat keduanya melaksanakan tugas, terjadilah perang
Badar yang berakhir dengan kemenangan untuk kaum muslimin. Kemudian keduanya
pulang dan Rasulullah SAW memberikan kepada keduanya bagian dari harta rampasan
perang. Dia juga turut mengambil bagian bersama-sama kaum muslimin mencabut
singgasana Kisra Persia dan menggulingkan ke Kaisaran Rum. Dalam setiap
peperangan yang dihadapi kaum muslimin dia selalu memperlihatkan penampilan
dengan reputasi terpuji. Agakanya yang paling mengejutkan ialah reputasinya
yang tercatat dalam peperangan Yarmuk.
Berkata Sa’id bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail, “Ketika terjadi perang Yarmuk, pasukan kami semuanya berjumlah 24.000 orang tentara. Sedangkan tentara Rum yang kami hadapi berjumlah 120.000 tentara. Musuh bergerak ke arah kami dengan langkah-langkah yang mantap bagaikan sebuah bukit yang digerakkan tangan-tangan tersembunyi. Di muka sekali berbaris Pendeta-pendeta, Perwira-perwira tinggi/panglima-panglima, dan Paderi-paderi yang membawa kayu salib sambil mengeraskan suara membaca do’a. Do’a itu diulang-ulang oleh tentara yang berbaris di belakang mereka dengan suatu mengguntur.
Berkata Sa’id bin Zaid bin ‘Amr bin Nufail, “Ketika terjadi perang Yarmuk, pasukan kami semuanya berjumlah 24.000 orang tentara. Sedangkan tentara Rum yang kami hadapi berjumlah 120.000 tentara. Musuh bergerak ke arah kami dengan langkah-langkah yang mantap bagaikan sebuah bukit yang digerakkan tangan-tangan tersembunyi. Di muka sekali berbaris Pendeta-pendeta, Perwira-perwira tinggi/panglima-panglima, dan Paderi-paderi yang membawa kayu salib sambil mengeraskan suara membaca do’a. Do’a itu diulang-ulang oleh tentara yang berbaris di belakang mereka dengan suatu mengguntur.
Tatkala tentara kaum muslimin melihat musuh
mereka seperti itu, kebanyakan mereka terkejut, lalu timbul takut di hati
mereka. Abu ‘Ubaidah bangkit mengobarkan semangat jihad kepada mereka. Kata Abu
‘Ubaidah dalam pidatonya antara lain, “Wahai
hamba-hamba Allah! Menangkan agama Allah! Pasti Allah akan menolong kamu, dan
memberikan kekuatan kepada kamu!
“Wahai hamba-hamba Allah! Tabahkan hati
kalian! Karena ketabahan adalah jalan lepas dari kekafiran; jalan mencapai
keridhaan Allah, dan menolak kehinaan.
“Siapkan lembing dan perisai! Tetaplah tenang dan diam! Kecuali dzikrullah (mengingat Allah) dalam hati kalian masing-masing.
“Siapkan lembing dan perisai! Tetaplah tenang dan diam! Kecuali dzikrullah (mengingat Allah) dalam hati kalian masing-masing.
“Tunggu perintah saya selanjutnya! Insya Allah!”
Kemudian Sa’id melanjutkan ceritanya.
Tiba-tiba seorang prajurit muslim keluar dari barisan dan berkata kepada Abu
‘Ubaidah, “Saya ingin syahid sekarang. Adakah pesan-pesan Anda kepada
Rasulullah?”
Jawab Abu ‘Ubaidah, “Ya, ada! Sampaikan salam saya dan salam kaum
muslimin kepada beliau. Katakan kepada beliau, sesungguhnya kami telah
mendapatkan apa yang dijanjikan Tuhan kami benar-benar terbukti!”.
Sesudah dia mengucapkan kata-katanya itu,
saya lihat dia menghunus pedang dan terus maju menyerang musuh-musuh Allah.
Saya membanting diri ke tanah, dan berdiri di atas lutut saya. Saya bidikkan
lembing saya, lalu saya tikam seorang melompat menghadang musuh. Tanpa terasa,
perasaan takut lenyap dengan sendirinya di hati saya. Tentara muslimin bangkit
menyerbu tentara Rum. Perang berkecamuk segera berkobar dengan hebat. Akhirnya
Allah memenangkan kaum muslimin.
3.
Rendah Hati
Sa'id sempat mengalami masa kejayaan islam,
di mana wilayah makin meluas dan makin banyak lowongan jabatan. Sesungguhnyalah
ia pantas memangku salah satu dari jabatan-jabatan tersebut, tetapi ia memilih
untuk menghindarinya. Bahkan dalam banyak pertempuran yang diterjuninya, ia
lebih memilih menjadi prajurit biasa. Dalam suatu pasukan besar yang dipimpin
oleh sa'd bin abi waqqash, setelah menaklukan damaskus, sa'd menetapkan
dirinya sebagai wali negeri/gubernur di sana. Tetapi sa'id bin zaid meminta
dengan sangat kepada komandannya itu untuk memilih orang lain memegang jabatan
tersebut, dan mengijinkannya untuk menjadi prajurit biasa di bawah
kepemimpinannya. Ia ingin terus berjuang menegakkan kalimat allah dan
panji-panji kebenaran, suatu keadaan yang tidak bisa dilakukannyan jika ia
memegang jabatan wali negeri.
Memang seorang Said Bin Zaid sangat pantas di
angkat menjadi seorang wali dari Damaskus tapi beliau tetap memberikan
kesempatan kepada orang lain, walaupun akhirnya beliau tetap diangkat menjadi
Gubernur Damaskus.
4.
Dermawan dan Bersahaja
Seperti halnya
jabatan yang dihindarinya, begitu juga dengan harta dan kemewahan dunia. Tetapi
sejak masa khalifah umar, harta kekayaan datang melimpah-ruah memenuhi baitul
mal (perbendaharaan islam), sehingga mau tidak mau, sahabat-sahabat masa awal
seperti sa’id bin zaid akan memperoleh bagian juga. Bahkan khalifah umar
memberikan jatah (bagian) lebih banyak daripada bagian sahabat yang memeluk
islam belakangan, yaitu setelah terjadinya fathul makkah. Namun, setiap kali ia
memperoleh pembagian harta atau uang, segera saja ia menyedekahkannya lagi,
kecuali sekedarnya saja. Namun dengan cara hidupnya yang zuhud itu, masih juga
ada orang yang memfitnah dirinya bersikap duniawiah.
Meski beliau
seorang kerabat khalifah Umar beliau bahkan tetap rajin menyedekahkan hartanya
di jalan Allah, serta hidupnya seperti rakyat biasa.bahkanSaid Bin Zaid menyedekahkan
jatah dari harta rampasan perang ke baitul mal kecuali sedikit yang beliau
pergunakan untuk hidupnya. Masya Allah
5.
Sabar
'Urwah
bin Zubair menceritakan bahwa Said bin Zaid r.a. Pernah diadukan oleh Urwa
binti Uwais kepada Marwan bin Hakam. Urwa menuduh Sa'id telah mengambil sedikit
tanahnya. Sa'id lalu berkata, "Apakah aku akan mengambil tanahnya setelah
aku mendengar sabda Rasulullah Saw?" Marwan bin Hakam kemudian bertanya,
"Apa yang kau dengar dari Rasulullah Saw.?" Sa`id menjawab, 'Aku
mendengar Rasulullah Saw bersabda, Barangsiapa mengambil sejengkal tanah secara
zalim, maka yang sejengkal itu akan dikalungkan di lehernya menjadi tujuh lapis
bumi."' Marwan berkomentar,'Aku tidak akan memintamu menunjukkan bukti
lagi setelah mendengar hadis ini." Sa'id kemudian berdoa, "Ya Allah,
kalau Urwa itu berdusta, maka butakanlah matanya dan matikanlah ia di atas
tanahnya." Urwa meninggal dunia setelah matanya buta, dan sewaktu ia berjalan
di tanahnya, dia terperosok ke dalam lubang, lalu mati. (Riwayat Bukhari dan
Muslim)
Dalam riwayat lain diceritakan bahwa Urwa
binti Uwais buta, lalu menabraknya berkata, 'Aku menderita karena doa
Sa'id." Kemudian Urwa binti Uwais melewati sumur di tanah tempat
terjadinya sengketa tanah dengan Sa'id bin Zaid, la terperosok dan terkubur
dalam sumur itu. (Diriwayatkan oleh Muslim dari Muhammad bin Zaid bin `Abdullah
bin Amr).
Dengan ketabahan dan kesabaran menyebabkan
beliau mampu membuktikan bahwa beliau tidak salah dalam masalah yang belaiu
hadapi, dan beliau mampu mengendalikan dirinya dari kemarahan dan dendam.
6.
Pemalu
Seperti
halnya jabatan dan harta kekayaan, ke-terkenal-an (popularitas) juga tidak
disukai oleh Sa’id bin Zaid ini. Walaupun ia sebagai sahabat as sabiqunal
awwalin, selalu berjuang dan berjihad di jalan Allah setiap kali ada
kesempatan, dan menghabiskan waktu dengan ibadah ketika sedang ‘menggantungkan
pedang’, bahkan telah dijamin masuk surga oleh Rasulullah SAW ketika masih
hidup bersama (hanya) sembilan sahabat lainnya, tetapi ia tidak terlalu
menonjol dan terkenal dibanding sahabat-sahabat lainnya yang memeluk Islam
belakangan, seperti misalnya Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Salman al Farisi
dan lain-lainnya. Hal ini terjadi karena ia memang lebih suka ‘menyembunyikan
diri’, lebih asyik menyendiri dalam ibadah bersama Allah, walau secara lahiriah
ia berada di antara banyak sahabat lainnya.
7.
Setia kepada Nabi Muhammad SAW
Sa’id
pun ikut menyertai Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam dalam
perjanjian Hudaibiyah, dan ikut berbai’at di bawah pohon, dan Allah telah
memuji mereka dalam kitab-Nya, Allah berfirman ,“Sungguh, Allah telah
meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di
bawah pohon, Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia memberikan
ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat (QS.
Al-Fath [48] : 18)”.
8.
Jujur
Dan di dalam sebuah hadits
shahih yang diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Humaidi, ulama hadits pemilik kitab As-Sunan,
Ibnu Hibban, dan lainnya dari jalan yang banyak, dan Riyah bin Al-Harits
An-Nakha’i, “Bahwasanya Sa’id bin Zaid berkata, Aku bersaksi kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi
wa Sallam atas apa yang telah didengar oleh kedua telingaku, dan dipahami
oleh hatiku dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam. Sungguh aku
tidak akan mengatakan kebohongan jika ia bertanya kepadaku saat bertemu
dengannya nanti. Sungguh beliau telah bersabda, “Abu Bakar di surga, Umar
di surga, Ali di surga, Utsman di surga, Thalhah di surga, Zubair di surga,
Abdurrahman di sruga, Sa’ad di surga.” Dan orang mukmin yang kesembilan,
kalau aku mau aku akan menyebutkan namanya! Maka orang yang hadir di masjid
menjadi ribut dan memintanya, “Wahai sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi
wa Sallam, siapakah yang kesembilan tersebut? Ia menjawab, “Kalian telah
memintaku dengan nama Allah yang Maha Agung, akulah orang mukmin yang
kesembilan tersebut. Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam yang
kesepuluh.”
Dan di dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Auf dari Nabi Shallallahu’alaihi wa
Sallam, beliau bersabda, “Sepuluh orang yang disurga (teks hadits yang
lengkap telah disebutkan sebelumnya) dan menyebutkan Sa’id bin Zaid di
antara mereka.”
C.
Keistimewaan dari Said bin Zaid
Tidak diragukan lagi bahwa
Sa’id bin Zaid adalah seorang shahabat yang mempunyai banyak keutamaan, di
antara adalah:
1. Beliau termasuk orang yang
pertama masuk islam, dan keislaman beliau sebelum keislaman Umar bin Khathab radhiyallahu
'anhuma.
2. Beliau adalah termasuk
sepuluh orang yang diberikan kabar gembira masuk surga. Imam at-Tirmidzi
meriwayatkan bahwa Abdurrahman bin ‘Auf berkata: “Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: “Abu Bakar di surga, Umar di surga, Ustman di surga,
Ali di surga, Thalhah di surga, Zubair di surga, Abdurrahman binAuf di surga,
sa’ad bin Abi Waqas di surga, Sa'id bin Zaid di surga, dan Abu Ubaidah di
surga”.(Bab Manaqib Abdurrahman bin Auf az-Zahiri radhiyallahu 'anhu).
3. Beliau mempunyai doa yang
di kabulkan Allah Ta’ala, diriwayatkan bahwa Arwa binti Uwais menemui
Marwan bin Hakam (yang saat itu menjabat sebagai gubernur Madinah), dan
mengadukan permasalahannya dengan Sa’id bin Zaid, dan mengatakan: “Dia(Sa’id)
telah menzhalimiku, dan dia merampas hakku, (Sa’id adalah tetangga Urwah di
daerah al-‘Aqiq), maka Sa’id berkata: “Apa?!, aku menzhalimi Arwa terhadap
haknya!, demi Allah aku telah memberikan kepadanya enam ratus depa dari tanah
milikiku, dan ini aku lakukan karena aku mendengar hadis dari Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: “Barangsiapa yang mengambil sejengkal
tanah (milik orang lain -red)secara zhalim, maka Allah akan pikulkan baginya
tujuh lapis bumi pada hari kiamat”. Berdilah engkau wahai Arwa, dan ambilah
(tanah) yang engkau akui bahwa itu milikmu”. maka Arwapun berdiri, dan dia
masih menutupi kebenaran terhadap hak Sa’id, maka Sa’id berkata: “Ya Allah
seandainya dia seorang yang zhalim, maka butakanlah matanya, dan bunuhlah ia
pada tanah tersebut, dan jadikanlah kuburannya di sumurnya”. Maka tidak
lama berselang waktu dari hari itu, butalah mata Urwah, kemudian dia berjalan
di tanahnya tersebut, yang mana tanah itu tidak rata, maka iapun terjatuh ke
dalam sumur, yang ia mati karenanya, dan sumur dijadikan sebagai kuburan baginya”.
4. Beliau adalah seorang
shahabat yang mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam.
D.
Wafatnya Said bin Zaid
Para ahli sejarah berkata
bahwa Sa’id bin Zaid wafat di daerah al-‘Aqiq, ia dimandikan oleh Sa’ad bin Abi
Waqas, dan di shalatkan oleh Abdullah bin Umar r.a.
Amr bin Ali berkata: “Bahwa Sa’id
wafat pada tahun 51 H, yang mana umur beliau ketika itu tujuh puluh tahunan
lebih, beliau di kebumikan di Madinah, (pada saat akan di kuburkan) Sa'ad bin
Abi Waqas dan Abdullah bin Umar masuk kedalam kuburnya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar